Rabu, 02 Mei 2012

Sedih ya,, industri musik indonesia mulai menurun,, :(

Beberapa tahun terakhir, musik Indonesia mengalami perkembangan. Namun, tahun 2012 kondisi industrinya terus melemah, bahkan diprediksi justru akan tenggelam.
Secara musisi, perkembangan musik Indonesia masih bisa bertahan. Artinya, masih banyak musisi yang berusaha menunjukkan eksistensinya. Tapi, bisa saja kembali seperti era 90-an,di mana musik Indonesia mengalami kelesuan dan salah satu penyebabnya adalah maraknya pembajakan. Memasuki 2012, secara industri, musik Indonesia mungkin mengalami stagnan.
Asumsinya, era 90-an musik Indonesia dimeriahkan oleh pembajak, para pelaku yang tak bertanggung jawab ini tanpa dosa mengambil karya orang lain. Kondisi ini menjadi sulit bagi pelaku industri dan musisi untuk menghasilkan sebuah karya kreatif. Nah, majunya musik Indonesia belakangan ini terjadi karena industri melirik ring back tone (RBT) sebagai peluang yang dapat kembali industri musik di Tanah Air.
Hasilnya,industri dan musisi pun kembali menggeliat. Sayang, fenomena itu mulai memudar. RBT tidak bisa diandalkan untuk jangka waktu panjang. Belakangan RBT terjun bebas. Kondisi ini membuat industri mulai sulit. Para pelaku industri mulai mencari formula untuk tetap mempertahankan eksistensinya, paling tidak bisa bertahan. Direktur PT AS Industri Rekaman Indonesia (Asirindo) Jusak I Sutiono mengakui, saat ini kondisi industri musik di Tanah Air sedang sulit.
Sumber pemasukan utama selama ini dari RBT sudah mengalami penurunan drastis. ”Sejak Oktober hingga Desember (2011) pemasukan dari RBT tak sampai 10%. Padahal sebelum ada kasus,RBT ini bisa menyumbangkan pemasukan hingga 90% kepada industri,” kata Jusak Menurut dia, jika proyeksi pemasukan dari RBT tahun ini tidak akan bisa tercapai, pada awal 2012 merosot tajam. Bos perusahaan rekaman Warner Music Indonesia ini sempat mematok pemasukan hingga Rp500 miliar.
Tapi sejak tidak beroperasinya RBT, dia menaksir, pemasukan tahun ini kurang dari Rp400 miliar. Proyeksi awal tahun ini, dilihat dari menaiknya tren pemasukan dari RBT setiap tahun. Tahun lalu saja,pemasukan dari RBT secara total mencapai Rp350 miliar. ”Melihat kondisi seperti sekarang, rasanya kita harus mulai memikirkan cara baru agar bisa tetap hidup pada tahun depan,”ujarnya.
Salah satu agar industri musik tetap bertahan dan berkembang dengan menggandeng berbagai pihak yang memang fokus untuk mengembangkan industri musik. Dalam hal ini, Asosiasi Rekaman Indonesia (Asiri) bekerja sama dengan Recording Industry Association of Malaysia (RIM). Masuknya negara tetangga ini ke dunia musik Indonesia lebih kepada mengatur pengambilan hak penampilan (performing right).Kerja sama ini nantinya akan mengembangkan sistem lisensi di Indonesia.
Ketua Umum RIM Norman Abdul Halim mengatakan, kerja sama bilateral ini diharapkan bisa bermanfaat bagi kedua pihak.Dia mengatakan, selama ini pihaknya cukup berhasil memompa pemasukan bagi para industri rekaman. Tahun lalu, kata Norman, pemasukan di dunia musik di Malaysia menembus angka USD25 juta. Dari jumlah tersebut, kata dia, separuhnya masuk ke pihak industri rekaman (sound recording).Separuh lainnya diterima pihak pencipta lagu dan artis.
Dari angka USD25 juta itu, Norman mengaku,sekitar 10% diterima oleh perusahaan rekaman Indonesia. Pemasukan ini didapat karena beredarnya lagu-lagu karya anak bangsa di tempat-tempat umum. ”Kurang lebihnya ada sebanyak USD600.000 yang pergi ke Indonesia,”ujarnya. Kerja sama yang dilakukan Asirindo dan RIM, perkembangan industri musik Indonesia menemukan titik cerah. Asirindo mematok pendapatan sebesar USD5–6 juta. Asumsi angka tersebut dilihat dari keanggotaan Asirindo sebanyak 70 perusahaan rekaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar