Beberapa tahun terakhir, musik Indonesia mengalami perkembangan.
Namun, tahun 2012 kondisi industrinya terus melemah, bahkan diprediksi
justru akan tenggelam.
Secara musisi, perkembangan musik Indonesia masih bisa bertahan.
Artinya, masih banyak musisi yang berusaha menunjukkan eksistensinya.
Tapi, bisa saja kembali seperti era 90-an,di mana musik Indonesia
mengalami kelesuan dan salah satu penyebabnya adalah maraknya
pembajakan. Memasuki 2012, secara industri, musik Indonesia mungkin
mengalami stagnan.
Asumsinya, era 90-an musik Indonesia dimeriahkan oleh pembajak, para
pelaku yang tak bertanggung jawab ini tanpa dosa mengambil karya orang
lain. Kondisi ini menjadi sulit bagi pelaku industri dan musisi untuk
menghasilkan sebuah karya kreatif. Nah, majunya musik Indonesia
belakangan ini terjadi karena industri melirik ring back tone (RBT)
sebagai peluang yang dapat kembali industri musik di Tanah Air.
Hasilnya,industri dan musisi pun kembali menggeliat. Sayang, fenomena
itu mulai memudar. RBT tidak bisa diandalkan untuk jangka waktu
panjang. Belakangan RBT terjun bebas. Kondisi ini membuat industri mulai
sulit. Para pelaku industri mulai mencari formula untuk tetap
mempertahankan eksistensinya, paling tidak bisa bertahan. Direktur PT AS
Industri Rekaman Indonesia (Asirindo) Jusak I Sutiono mengakui, saat
ini kondisi industri musik di Tanah Air sedang sulit.
Sumber pemasukan utama selama ini dari RBT sudah mengalami penurunan
drastis. ”Sejak Oktober hingga Desember (2011) pemasukan dari RBT tak
sampai 10%. Padahal sebelum ada kasus,RBT ini bisa menyumbangkan
pemasukan hingga 90% kepada industri,” kata Jusak Menurut dia, jika
proyeksi pemasukan dari RBT tahun ini tidak akan bisa tercapai, pada
awal 2012 merosot tajam. Bos perusahaan rekaman Warner Music Indonesia
ini sempat mematok pemasukan hingga Rp500 miliar.
Tapi sejak tidak beroperasinya RBT, dia menaksir, pemasukan tahun ini
kurang dari Rp400 miliar. Proyeksi awal tahun ini, dilihat dari
menaiknya tren pemasukan dari RBT setiap tahun. Tahun lalu
saja,pemasukan dari RBT secara total mencapai Rp350 miliar. ”Melihat
kondisi seperti sekarang, rasanya kita harus mulai memikirkan cara baru
agar bisa tetap hidup pada tahun depan,”ujarnya.
Salah satu agar industri musik tetap bertahan dan berkembang dengan
menggandeng berbagai pihak yang memang fokus untuk mengembangkan
industri musik. Dalam hal ini, Asosiasi Rekaman Indonesia (Asiri)
bekerja sama dengan Recording Industry Association of Malaysia (RIM).
Masuknya negara tetangga ini ke dunia musik Indonesia lebih kepada
mengatur pengambilan hak penampilan (performing right).Kerja sama ini
nantinya akan mengembangkan sistem lisensi di Indonesia.
Ketua Umum RIM Norman Abdul Halim mengatakan, kerja sama bilateral
ini diharapkan bisa bermanfaat bagi kedua pihak.Dia mengatakan, selama
ini pihaknya cukup berhasil memompa pemasukan bagi para industri
rekaman. Tahun lalu, kata Norman, pemasukan di dunia musik di Malaysia
menembus angka USD25 juta. Dari jumlah tersebut, kata dia, separuhnya
masuk ke pihak industri rekaman (sound recording).Separuh lainnya
diterima pihak pencipta lagu dan artis.
Dari angka USD25 juta itu, Norman mengaku,sekitar 10% diterima oleh
perusahaan rekaman Indonesia. Pemasukan ini didapat karena beredarnya
lagu-lagu karya anak bangsa di tempat-tempat umum. ”Kurang lebihnya ada
sebanyak USD600.000 yang pergi ke Indonesia,”ujarnya. Kerja sama yang
dilakukan Asirindo dan RIM, perkembangan industri musik Indonesia
menemukan titik cerah. Asirindo mematok pendapatan sebesar USD5–6 juta.
Asumsi angka tersebut dilihat dari keanggotaan Asirindo sebanyak 70
perusahaan rekaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar